Tampilkan postingan dengan label HUKUM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HUKUM. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 Agustus 2025

Zolim, Hakim PN Medan Batalkan Status Tersangka Suami Penganiaya Istri


MEDAN | beritaterbaruindonesia.com - Putusan hakim tunggal PN Medan Happy Efrata Tarigan yang mengabulkan seluruhnya permohonan praperadilan (prapid) Roland, Rabu sore tadi (20/8/2025) di ruang Cakra 6, mendapat reaksi tegas dari Jonson David Sibarani SH MH, kuasa hukum pelapor, Sherly.

Menurutnya, dikabulkannya permohonan prapid warga Perumahan Cemara Asri, Medan itu akan menjadi preseden buruk bagi dunia peradilan di Tanah Air.

“Ini putusan zolim. Bagaimana bisa seorang hakim sanggup menyangkal asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis? Ada apa dengan hakim? Pasti akan saya laporkan dia. Ini perkara khusus. Perkara Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) bukan perkara pidana umum,” urainya. 

Dalam pengaturannya, satu orang saksi (korban) ditambah dengan satu alat bukti saja sudah cukup menjadikan seseorang menjadi tersangka PKDRT.

Hal itu sejalan dengan pendapat ahli yang dihadirkan oleh termohon prapid (Kapolda Sumut cq Renakta Ditreskrimum Polda Sumut-red) melalui kuasa hukummya dari Bidang Hukum (Bidkum) pada persidangan dua hari sebelumnya.

Oleh karenanya, advokat dikenal kritis itu akan membuat laporan pengaduan ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan, sebagai pengawas perpanjangan tangan Mahkamah Agung (MA) RI dalam menjaga standar kualitas dan integritas peradilan di tingkat PN se-Sumut.

Selain itu, Jonson Sibarani juga akan membuat laporan pengaduan ke Komisi Yudisial (KY) agar memantau perkara-perkara yang ditangani hakim Happy Efrata Tarigan.

Dibagian lain Jonson Sibarani mengatakan, putusan tersebut menjadi pelajaran berharga bagi Subdit Renakta Polda Sumut dan bukan berarti ‘kiamat’ untuk menindaklanjuti perkara yang dilaporkan kliennya. 

Misalnya, dengan membuka kembali perkara tersebut dengan profesional mungkin. Lakukan penyidikan yang komprehensif. Segera tetapkan kembali status Roland menjadi tersangka dan jangan bermain api.

“Ini keputusan yang Zolim, sebab ini mencoreng marwah kepolisian yang dianggap tidak mampu. Tentunya kita minta atasannya harus mengganti formasi tim penyidiknya,” pungkasnya.

Ketika dimintai tanggapannya lewat pesan teks WhatsApp (WA) dengan wartawan atas rencana kuasa hukum Sherly melaporkannya ke PT Sumut dan KY, hakim tunggal Happy Efrata Tarigan hingga malam tadi, belum memberikan komentar.    

Sementara dalam amar putusannya Happy Efrata Tarigan menyatakan, menerima permohonan prapid seluruhnya. Penetapan Roland dinilai tidak sah. 

Pertimbangan hukumnya, termohon telah tiga kali mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Namun perkembangan penyidikannya tidak diserahkan kepada tersangka Roland, pemohon prapid.

Kemudian, rekam medis yang dijadikan terpohon sebagai bukti surat, tidak dapat dikategorikan sebagai bukti surat. Hanya informasi pendukung. Seharusnya Visum Et Repertum (VER).

Di bagian lain, Happy Efrata Tarigan memerintahkan termohon agar mencabut status tersangka pemohon.

Sementara pada persidangan lalu, termohon prapid menghadirkan dua ahli hukum pidana yakni Dr Alpi Sahri dan Syarifuddin, dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Provinsi Sumut. 

Menurut Alpi Sahri, PKDRT merupakan lex specialis derogat legi generalis. Asas hukum yang menyatakan bahwa peraturan khusus (lex specialis) mengesampingkan peraturan umum (lex generalis).

Peristiwa tindak pidana dalam lingkup rumah tangga, sambungnya, memang agak sulit menghadirkan saksi lain di luar saksi korban. 

“Walau demikian, sekali pun hanya saksi korban dan didukung bukti surat, ditemukan persesuaian adanya pertiwa tindak pidana, sudah cukup bagi penyidik menjadikan seseorang tersangka perkara PKDRT,” tegasnya.

Di bagian lain Tumbur dan Effendi Barus selaku tim kuasa hukum pemohon prapid mempertanyakan tentang bukti surat berupa rekam medis atau resume medis dari rumah sakit, layaknya seseorang berobat. Bukan visum dari dokter forensik sebagai petunjuk adanya akibat kekerasan fisik. 

Ahli hukum pidana itu pun menjawabnya dengan contoh kasus. “Kalau misalnya ada peristiwa pembunuhan. Jenazah korban ditenggelamkan ke laut atau dimutilasi kemudian dibuang. 

Tidak ada visum dari dokter forensik. Apakah dengan demikian lantas kasusnya dihentikan begitu saja?” urainya.

Artinya, dalam perkara PKDRT yang dilihat bukanlah kuantitasnya. Melainkan kualitasnya. Walau hanya saksi korban dan rekam medis, bila bersesuaian, maka bisa diproses lebih lanjut agar peristiwa tindak pidananya menjadi terang benderang.

Pendapat serupa juga dikemukakan Syarifuddin, ahli dari Dinas P3AKB Provinsi Sumut. Di mana perkara PKDRT adalah lex specialis yang bisa mengesampingkan peraturan umum.

“Kalau saya bisa balik bertanya, mana lebih tinggi, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang bukti permulaan tindak pidana atau Undang-Undang PKDRT?” timpal ahli. Sebagai pengendali sidang, Happy Efrata Tarigan pun ‘mendinginkan’ kembali suasana jalannya persidangan. (IND/BTI.COM)

Sabtu, 16 Agustus 2025

Prapid Roland Terpatahkan, Korban Plus Bukti Surat Cukup Jadikan Seseorang Tersangka PKDRT


MEDAN | beritaterbaruindonesia.com - Sidang lanjutan permohonan praperadilan (prapid) Roland, warga Perumahan Cemara Asri, Medan yang berlangsung hingga, Jumat sore (15/8/2025) berjalan alot di ruang Cakra 6 PN Medan.

Roland melalui tim kuasa hukumnya Tumbur dan Effendi Barus menghadirkan ahli hukum pidana Dr Edi Yunara. 

Sedangkan termohon prapid, Kapolda Sumut cq Dirreskrimum Polda Sumut melalui tim kuasa hukumnya dari Bidang Hukum (Bidkum) Polda Sumut dimotori Salpatore S menghadirkan 2 ahli.

Yakni ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Dr Alpi Sahri dan Syarifuddin, ahli dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Provinsi Sumut. 

Di hadapan hakim tunggal Efrata Happy Tarigan, Edi Yunara berpendapat, satu saksi bukanlah saksi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 185 Ayat (2) hukum acara pidana (KUHAP).

“Dalam kasus-kasus tertentu misalnya yang mengetahui adanya peristiwa tindak pidana adalah keluarga yang bisa dijadikan mendukung keterangan saksi korban. Lebih kuat saksi yang melihat,” urainya.

Selain itu, untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka juga didukung dengan adanya pendapat ahli, surat, petunjuk dan keteragan terdakwa. Kalau misalnya menimbulkan perubahan pada tubuh korban, dikuatkan dengan hasil visum. Bukan rekam medis dari rumah sakit.

Setelah mencabut skorsing berketepatan jam istirahat, hakim tunggal Efrata Happy Tarigan memberikan kesempatan kepada tim kuasa hukum termohon prapid menghadirkan kedua ahli secara bergantian.

Perlahan namun pasti, suasana sidang berangsur alot. Dalil penetapan Roland sebagai tersangka perkara Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) terhadap istrinya, Sherly yang dinilai cacat prosedur, terbantahkan.

Menurut Alpi Sahri, PKDRT merupakan lex specialis derogat legi generali. Asas hukum yang menyatakan bahwa peraturan khusus (lex specialis) mengesampingkan peraturan umum (lex generalis).

Peristiwa tindak pidana dalam lingkup rumah tangga, sambungnya, memang agak sulit menghadirkan saksi lain di luar saksi korban. 

“Walau demikian, sekali pun hanya saksi korban dan didukung bukti surat, ditemukan persesuaian adanya pertiwa tindak pidana, sudah cukup bagi penyidik menjadikan seseorang tersangka perkara PKDRT,” tegasnya.

Di bagian lain tim kuasa hukum pemohon prapid mempertanyakan tentang bukti surat berupa rekam medis atau resume medis dari rumah sakit, layaknya seseorang berobat. Bukan visum dari dokter forensik sebagai petunjuk adanya akibat kekerasan fisik. 

Ahli hukum pidana itu pun menjawabnya dengan contoh kasus. “Kalau misalnya ada peristiwa pembunuhan. Jenazah korban ditenggelamkan ke laut atau dimutilasi kemudian dibuang. 

Tidak ada visum dari dokter forensik. Apakah dengan demikian lantas kasusnya dihentikan begitu saja?” urainya.

Artinya, dalam perkara PKDRT yang dilihat bukanlah kuantitasnya. Melainkan kualitasnya. Walau hanya saksi korban dan rekam medis, bila bersesuaian, maka bisa diproses lebih lanjut agar peristiwa tindak pidananya menjadi terang benderang.

Pendapat serupa juga dikemukakan Syarifuddin, ahli dari Dinas P3AKB Provinsi Sumut. Di mana perkara PKDRT adalah lex specialis yang bisa mengesampingkan peraturan umum.

“Kalau saya bisa balik bertanya, mana lebih tinggi, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang bukti permulaan tindak pidana atau Undang-Undang PKDRT?” timpal ahli. Sebagai pengendali sidang, Happy Efrata Tarigan pun ‘mendinginkan’ kembali suasana jalannya persidangan.

Ahli menambahkan, di dalam Pasal 55 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PDKRT jelas disebutkan bahwa saksi dimaksud adalah saksi korban plus alat bukti lainnya.

Sebelumnya, tim kuasa hukum termohon prapid menghadirkan pelapor sekaligus saksi korban PKDRT, Sherly. Kemudian menyusul kakaknya, Yanty. Sherly menerangkan, atas saran penyidik beberapa hari setelah peristiwa pemukulan dia kemudian mendapatkan perawatan di RS Bhayangkara Medan. 

Kedua saksi menerangkan, sempat beberapa kali dilakukan upaya mediasi antara Sherly dengan terlapor, Roland dan pihak keluarga kedua belah pihak namun tidak tercapai perdamaian alias buntu. 

Mirisnya, Yanty justru dijadikan ‘pesakitan’ dan mendekam di penjara karena dituduh menganiaya ibu mertua adiknya, Lili Kamso. Menjawab pertanyaan hakim, Yanty menimpali, tuduhan itu sebenarnya bisa dipatahkan. Namun pemilik rumah tidak lain adalah mertua adiknya, gak mau menunjukkan rekaman kamera pengawas (CCTV). (IND/BTI.COM)

Rabu, 09 Juli 2025

Perkara PPPK Langkat Terlalu Dipaksakan, Diduga Banyaknya Intrik Politik


MEDAN | beritaterbaruindonesia.com - Sidang perkara dugaan korupsi seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) T.A 2023 Kabupaten Langkat yang menimpa mantan Kadis Pendidikan, Dr Saiful Abdi Siregar SE SH MPd, serta mantan Kepala BKD, Eka Syahputra Depari S.STP MAP, memasuki babak akhir dengan agenda replik dari Jaksa Penuntut Umum yang dilanjutkan dengan Duplik dari Penasihat Hukum kedua terdakwa, Rabu (09/07/2025) sore.

Menanggapi pertanyaan wartawan terkait isi nota pembelaan yang dibacakan penasihat hukum pada Senin (07/7/2025) yang lalu, Saiful Abdi, mengaku sedih jika mengenang bagaimana dirinya bersama Eka Syahputra memperjuangkan para guru honorer agar bisa lebih diperhatikan dan hidup sejahtera.

“Terus terang, tujuan saya mau menerima jabatan sebagai Kadis Pendidikan pada sekitar delapan tahun lalu, memang karena saya ingin meningkatkan mutu pendidikan di daerah ini. Termasuk dengan cara memperjuangkan agar guru-guru honorer bisa hidup lebih layak dan mendapat penghargaan atas dedikasinya dalam mengajar,” ujar Saiful yang ditemui seusai persidangan di ruang Cakra 8, Pengadilan Negeri Medan.

Saiful mengenang, pada tahun 2023 Pemerintah Kabupaten Langkat melaksanakan seleksi P3K khususnya tenaga guru memang memilih sistem Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) yang diijinkan oleh Panitia Seleksi Nasional, yaitu Kementerian Pendisikan Riset dan Tehnologi, Menpan RB dan BKN Pusat.

Alasan kenapa Pemkab Langkat memilih sistem SKTT ini? Disebabkan beberapa kali dilaksanakan seleksi, baik itu dengan sistem CAT murni mau pun observasi, sama-sama punya kelemahan, atau tidak sesuai dengan harapan Pemerintah Daerah dan masyarakat. 

Dijelaskannya, pada tahun 2020 dan 2021 Pemkab Langkat melaksanakan seleksi dengan sistem CAT murni dan passinggrade. Ternyata dengan sistem ini, persentase yang lulus sangat sedikit. Pada saat itu, Pemkab Langkat melalui Kadis Pendidikan, langsung menyurati Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, supaya passinggradenya diturunkan. Sebab yang lulus dan mencapai target dengan cara hanya 5% dari seluruh peserta seleksi.

”Alhamdulillah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan langsung menjawab surat kita tersebut dan akhirnya menurunkan angka passinggrade. Namun jangan salah, selain kebaikan, ternyata hasil evaluasi kita, kelemahan dari sistem CAT murni dengan passinggrade ini juga banyak,” ujar.

Kebaikannya, lanjut Saiful, hasil evaluasi pada saat itu yang lulus adalah guru-guru yang pintar dan menguasai Teknologi IT. Namun setelah berjalan beberapa saat dan para guru PPPK ini ditempatkan di daerah atau sekolah yang kekurangan tenaga pengajar, ternyata loyalitas dan dedikasinya sangat kurang.

”Karena guru-guru hasil produk sistem ini cepat sekali meminta dan meloby melalui siapa saja untuk pindah ke perkotaan. Rata-rata yang lulus ini adalah guru-guru yang baru tamat kuliah dan belum banyak pengalaman mengajar, dan tidak siap ditempatkan di daerah pedalaman dan terpencil,” ujarnya.

Kemudian pada tahun 2022, Pemkab Langkat melaksanakan sistem rekrutmen guru melalui sistem observasi. Pada seleksi ini, yang menilai adalah guru senior, pengawas sekolah dan kepala sekolah melalui sistem yang ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Tehnologi.

Tetapi rekrutmen guru dengan sistem ini juga banyak kelemahan. Karena sangat rentan terjadi KKN. Sebab penilai tadi sangat dekat dengan guru-guru, dimana yang diluluskan adalah  kerabat dan keluarga mereka saja. Karena metodenya tidak ada ujian, hanya penilaian observasi.

”Tahun 2023, Pemkab Langkat pun akhirnya memilih Sistem SKTT atau Seleksi Kompetensi Tambahan. Di mana hasil CAT murni bobotnya 70% dan SKTT 30%. Kenapa Pemerintah Kabupaten Langkat Memilih Sistem SKTT ? Sebab berdasarkan pengalaman 3 kali perekrutan sebelumnya, didapati terlalu banyak kekurangan dan kelemahan seperti yang kita sebut tadi. Hasil CAT murni itu, guru-guru yang sudah lama mengabdi tidak terjaring atau dengan kata lain rata-rata tidak lulus. Padahal mereka sudah ada yang 20 tahun mengabdi, bahkan banyak mereka berada di sekolah-sekolah pedalaman yang sangat terpencil. Bahkan sekolah-sekolah yang berada di tengah lautan,” terang Saiful lagi.

Alhamdulillah, berkat adanya sistem SKTT di tahun 2023 itu, rata-rata guru yang masa kerjanya sudah lama dan berada di daerah yang sangat jauh dari perkotaan, sudah terbantu dan mereka bisa lulus.

Dicontohkannya, seorang guru bernama Irianti, SPd. Dirinya sudah 10 tahun mengabdi di SD Negeri Jaring halus, Kecamatan Secanggang, yang sehari-harinya mengayuh sampan selama 10 tahun mempertaruhkan nyawanya selama hampir satu jam demi bisa mengajar di sekolah tempatnya bertugas. ”Alhamdulillah. tahun 2023 ini bisa lulus jadi ASN P3K karena adanya sistem SKTT ini. Demikian juga banyak guru yang berada di tengah lautan seperti Pulau Kampai, Pangkalansusu seperi Muhammad Syahputra, SPd bisa Lulus karena adanya sistem SKTT, juga banyak lagi guru-guru yang berada di daerah pedalaman, seperti Perlis, pedalaman Batang Serangan menjadi sangat terbantu,” sebutnya. 

Soal adanya ribut-ribut dan demo yang dilakukan para guru honor yang tidak lulus, sangat disayangkannya. Padahal, pasca persoalan di tahun 2023 tersebut, Saiful Abdi bersama dengan Eka Syahputra telah berjuang ke pusat agar quota untuk PPPK guru di Kabupaten Langkat  dapat diperbanyak lagi.

“Seleksi tahun 2023 bermasalah karena memang kuotanya kurang. Tapi tahun 2024, kementerian malah hanya menyediakan 300 formasi. Sedangkan tahun 2023 saja sudah seribuan yang tidak lulus. Akhirnya kita lobby pemerintah pusat, sehingga dibukalah kuota untuk 1.000 orang. Jadi orang-orang yang ribut dan berdemo karena tidak lulus di tahun 2023 itu, sudah kita perjuangkan. Tapi beginilah yang kita dapatkan!” ungkapnya sedih.

Terkait itikad baik Pemkab Langkat itu, bukanlah hal mudah. Pengusulan yang dilakukan Saiful Abdi dan Eka Syahputra dari 300 menjadi 1.000 formasi, selain harus melobby persetujuan dari TAPD Kabupaten Langkat serta Badan Anggaran Maupun TAPD Pemkab Langkat sendiri.

“Kami melihat  kasus ini terlalu banyak intrik politiknya baik yang diframing oleh salah satu LSM yang berada di Kota Medan. Bahkan ada guru yang sebenarnya lulus di tahun 2023, ikut panggung politik, ikut Caleg. Itu kan ada pidananya sebenarnya. Tapi begitu pun semoga masalah guru di Langkat bisa diminimalisir dan terselesaikan. Memang tidak semua bisa terpuaskan, tapi kita sangat menyayangkan banyaknya intrik-intrik kepentingan politik yang menunggangi masalah ini,” ujarnya.

Lebih disesalkan lagi, aparat penegak hukum mulai dari penyidik Polda Sumut serta Jaksa Penuntut Umum, justru menempatkan Saiful Abdi dan Eka Syahputra di kursi pesakitan dengan tuduhan korupsi. Padahal sudah dengan jelas dan terang, seluruh saksi yang dihadirkan jaksa sama sekali tidak bisa memfaktakan terkait tuduhan suap.

”Sudah 18 kali persidangan. Sebanyak 61 saksi sudah dihadirkan baik itu dari kalangan Kasek, guru dan guru honor dan pejabat fungsional dan struktural di BKD dan Dinas Pendidikan Langkat, tetapi tidak ada satupun fakta dan kesaksian yang valid yang mengarah suap kepada Saiful Abdi dan Eka Stahputra Depari. Demikian juga dijelaskan dalam pemaparan Ahli Pidana Dr. Mahmud Mulyadi, SH, MH dan Ahli Hukum Administrasi Negara, Dr. Dani Sentara, SH, MH, bahwa untuk menetapkan sesesorang itu menjadi tersangka, terdakwa mau pun terpidana, tidak boleh hanya dengan asumsi. Apalagi berdasarkan penjelasan Dr Dani Sentara, dalam sistem SKTT ini tidak ada yang dilanggar oleh Kadisdik dan kepala BKD Langkat dalam penilaian SKTT tersebut. 

Hal itu pula yang membuat Jonson David Sibarani SH MH dan Togar Lubis SH MH, selaku Tim Penasihat Hukum Saiful Abdi dan Eka Syahputra meminta agar majelis Hakim yang diketuai H.M. Nazir dapat memberi putusan bebas kepada kedua kliennya. ”Kita berharap klien kita dibebaskan, diberikan putusan seadil-adilnya. Sebab sangat berbeda kasus ini dengan yang terjadi di Kabupaten Madina dan Batubara. Di mana di sana ada operasi tangkap tangan (OTT) dan didapati pula barang bukti. Sedangkan dalam perkara yang kami tangani, tidak ada barang bukti dan tidak ada OTT. Penyidik kepolisian dan jaksa hanya menduga-duga dan berasumsi. Padahal kalau kita lihat dalam fakta persidangan, kasus ini tidak patut masuk ke ranah Tipikor. Tetapi melainkan hanya Pidana Umum yang dulakukan oleh kasek, seperti menembak di atas kuda. Tapi karena terlalu banyak intrik politiknya, hal yang tak ada kaitannya pun dikait-kaitkan. Perkara ini terlalu dipaksakan,” pungkasnya. (BTI.COM)

Minggu, 22 Juni 2025

Merasa Adanya Kesalahan Medis Saat Di Rawat, Ronal Silaban Laporkan Klinik Pratama Romauli ZR Marelan


Medan | beritaterbaruindonesia.com - Ronal Saut Silaban (51) mantan pasien Klinik Pratama Romauli ZR yang berlokasi di Jalan Titi Pahlawan Kelurahan Renggas Pulau Kecamatan Medan Marelan, melaporkan Klinik tersebut ke Polres Pelabuhan Belawan.

Dalam surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) yang dikeluarkan Polres Pelabuhan Belawan nomor B/97/VI/RED.1.24/2025/Reskrim menerangkan, pelapor telah diperiksa pada tanggal 5 Juni 2025 yang lalu, sebagai korban.

Pada hari dan tanggal yang sama penyidik Satreskrim Polres Pelabuhan Belawan juga mengirimkan surat undangan untuk klarifikasi pertama kepada pihak Klinik Pratama Romauli namun tidak hadir.

Lalu, selanjutnya pada tanggal 12 Juni 2025 lalu, penyidik kembali mengirim surat undangan klarifikasi kedua namun pihak Klinik Pratama Romauli Marelan juga tidak hadir.

Dalam isi SP2HP, disebutkan, dugaan pelanggaran atas hal yang dilaporkan korban adalah pasal 360 ayat 1 dan 2 KUHP dan UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.

"Informasi yang aku dapat pihak Klinik Pratama Romauli ZR siap perkara dilanjutkan dan mereka sudah menyiapkan pengacara" kata korban pada hari Jumat (20/6/2025) lalu.

Korban yang bekerja pada salah satu media online, kepada wartawan menjelaskan, permasalah yang dilaporkannya berawal saat dia berobat ke Klinik Pratama Romauli ZR di Marelan.

"Waktu itu aku sakit dan harus diinfus. Belakangan tanganku bengkak dan aku minta untuk diobati dengan baik. Namun mereka malah tidak perduli" katanya.

Khawatir terjadi hal yang lebih buruk terhadap tangannya, Korban minta keluar dari Klinik Pratama Romauli dan melanjutkan perobatan ke rumah sakit terdekat.

"Di rumah sakit itu tanganku yang bengkak dibedah dan keluar cairan seperti Nanah. Selesai dibedah bengkak tanganku mulai mengecil dan tidak mendeyut lagi" jelasnya.

Merasa ada yang tidak beres dengan pelayanan yang diterima saat dirawat di Klinik Pratama Romauli, korban melapor kepada beberapa temannya sesama wartawan dan atas dasar pemberitaan tersebut, Polisi memulai penyelidikan.

"Keterangan dari polisi menyebutkan mereka akan manggil kembali pihak klinik Romauli dan rumah sakit terakhir tempatku berobat" ucap Ronal Silaban.

Apakah benar terjadi kesalahan dalam perawatan Medis yang dilakukan Klinik Pratama Romauli ? Semua mata kini tertuju pada langkah hukum yang akan diambil terhadap kasus ini.

Namun sangat disayangkan, Hj. Roma Uli Silalahi pemilik Klinik Pratama Romauli saat di konfirmasi melalui pesan whatsappn nomor 0822 XXXX XX49, dan hingga berita ini ditayangkan, Hj. Roma Uli belum juga membalas atau menjawab konfirmasi dari wartawan melalui pesan whatsappnya. (BTI.COM)

Senin, 16 Juni 2025

Keterangan Terdakwa Berubah-ubah, Mengaku Karena Mendapat Tekanan


MEDAN  | beritaterbaruindonesia.com - Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat tahun 2023 di Pengadilan Negeri Medan memasuki agenda baru, yakni mendengarkan keterangan saksi mahkota. Di mana giliran para terdakwa menjadi saksi terhadap terdakwa yang lain.

Dalam kesaksiannya, Awaluddin mengakui terang-terangan terkait dirinya yang mencari para guru honor yang mau diurus untuk bisa lulus seleksi P3K. Dia menjalankan perannya setelah diajak terdakwa Alek Sander.

Sedikitnya ada 33 guru honor yang direkrut Awaluddin dengan nilai uang yang beragam, yakni mulai dari Rp 35 juta sampai Rp 70 juta. Setelah uang diterima, Awaluddin memberikan sejumlah uang dengan nilai beragam kepada para kepala sekolah yang merekomendasikan guru honor yang mau diurus. Selanjutnya Awaluddin menyetorkannya ke Alek Sander.

Kemudian dalam kesaksian terpisah, Alek Sander mengakui keterangan Awaluddin. Namun terdakwa Saiful Abdi membantah pernyataan Alek Sander dengan mengatakan dirinya tidak pernah memerintahkan Alek untuk mencari guru honor guna diurus dalam seleksi P3K. Bahkan Saiful Abdi pun tidak tahu terkait uang yang dibawa Alek Sander dan diletakkan di teras rumah Saiful.

Sementara itu, sejak mengawali persidangan, baik hakim, jaksa dan juga para penasihat hukum mempertanyakan terkait keterangan Alek Sander yang berubah-ubah, bahkan sejak mulai dari proses pemeriksaan di kepolisian. Terhitung ada 3 kali di Poldasu Aleksander merubah keterangannya di Poldasu.

Selintingan terdengar, Alex Sander mengalami ketakutan karena ada kekuatan besar yang memaksanya untuk menyeret sejumlah pihak ke dalam perkara ini.

Hal itu berbeda jauh dengan keterangan Rohayu Ningsih. Dia mengaku terjerat dalam perkara ini hanya karena merasa iba dengan guru-guru honor yang kebanyakan adalah bawahannya. 

"Saya ini kan kepala sekolah pak. Jadi guru-guru honor itu sudah seperti anak saya sendiri. Mereka sangat dekat dengan saya. Mereka itu yang mendesak-desak saya untuk dibantu dalam proses seleksi P3K itu. Karena saya kasihan, saya bilang akan saya coba bantu," kenang Rohayu.

Dijelaskannya, bukan dirinya yang mencari-cari peserta untuk dibantu. Tetapi para guru honor itu yang menemuinya dan meminta dibantu, dicarikan jalan supaya bisa lulus P3K. Bahkan nilai uang yang rata-rata Rp45 juta tersebut, adalah hasil kesepakatan dan inisiatif para guru honor. 

"Saya bilang, ya udah saya coba cari jalan ya. Tapi karena takut, uang itu cuma saya simpan di rekening tabungan saya. Jadi begitu saya tahu tidak lulus, saya pulangkan uangnya," akunya seraya memastikan dirinya tidak ada mengurus kemana pun ibarat pepatah seperti menembak di atas kuda. (BTI.COM)